Senin, 01 Juni 2009

sambungan Jalan Mulia Berunsur Delapan

1.1.2. Pikiran Benar
Pikiran benar adalah; pikiran yang bebas dari napsu indera, kemauan buruk, kekejaman yang di wujudkan dalam suatu bentuk cinta kasih dan perlindungan terhadap semua makhluk. Pikiran benar ini akan membebaskan diri dari rasa mementingkan diri sendiri. Secara teoritis cukup sederhana dan sangat mudah di pahami, namun begitu menerapkan kedalam praktek, akan terasa jauh dan sulit.
Kita boleh saja mengatakan ‘tahu’ sesuatu, tetapi sesungguhnya kita hanya mengetahui dengan akal, dengan bagian rasional dari kita. Kita mengetahui secara teoritis, intelek, dan abstrak.
Ada bagian dari manusia yang lebih besar tidak diperdulikan, namun sabgat penting dari akal sehat, yaitu: naluri, emosi, kehendak, alam bawah sadar. Emosi lebih kuat dari akal. Peranan emosi ini sangat penting apa bila kita ingin menerapkan prkatek yang kita tahu sebagai kebenaran. Disini jelas bahwa bagi kebanyakan orang bahwa masalah pokok dalam kehidupan spiritual adalah bagaimana menyetarakan emosi dengan pengertian intelektual. Sebelum melakukan itu, kita tidak mungkin mencapai suatu kemajuan dalam kehidupan spiritual.
Pikiran benar berupa kemauan sempurna atau emosi yang integral (menyeluruh) dan merepresentasikan pengikutan seluruh emosi dan kehendak kedalam suatu harmoni dengan pandangan benar, tentang hakikat keberadaan.
Pikiran benar merupakan unsure pertama dari tujuh jalan transformasi, yang merepresentasikan transformasikeadaan emosi sejalan dengan pandangan benar. Pikiran benar menjembatani pandangan benar dengan keenam unsure lainnya dari Sang jalan, karena kita tidak dapat mempraktekkan ucapan benar, perbuatan benar dan seterusnya, sebelum kita mengubah emosi atau pikiran kita yang mendorong praktek selanjutnya dari Sang jalan. Oleh karena itu emosi dan pikiran merupakan pusatnya kehidupan spiritual. Secara sederhana, tidak ada kehidupan spiritual yang sesungguhnya sebelum hati juga diikutsertakan.
Pikiran kita hanya dapat diubah seluruhya oleh pandangan benar, yang merupakan pengalaman spiritual atau pencerahan batin, bukan oleh kekuatan intelektual, atau pembuktian rasional. Pikiran benar (sempurna) merupakan pandangan benar mengalir kedalam keadaan emosi kita dan mengubahnya secara total. Oleh karena hal ini bila kita kaitkan dengan pelaku tindak kejahatan, bahwa penjara bukanlah satu-satunya tempat penyembuhan bagi pelaku kekahatan. Tetapi penempaan dan penyuluhan untuk mengubah pola pandangan dan pola pikir dari mental penjahat kedalam pandangan yang benar sehingga akan terbentuk pola pikir yang benar dan sehat yang mendorong kehendak ucapan, perbuatan dan mata pencaharian yang benar. Selama pelaku kejahatan masih kambuh, maka sebenarnya ajaran spiritual itu belum bisa ditransformasikan kedalam kehidupan para kambuhan.
Pikiran benar mempunyai sudut pandang positip dan sudut pandang negatif. Sudut pandang ini adalah; Nekkhama, avyapada, dan avihimsa.
(a) Nekkhama atau Tanpa Keserakahan
Nekkhamma adalah tanpa keserakahan, keterikatan atau melepaskan. Sebagai konsekuensi dari pandangan terhadap hakekat sesuatu yang berkondisi, maka berkurangnya napsu keinginan dalam diri kita. Karena kemelekatanlah yang mendasari kondisi mental yang, yang seyoyanya harus menengok kedalam diri. Apa yang sudah dilepaskan. Minimal kita puas dengan sesuatu yang cukup satu saja. Misalnya satu mobil saja.

(b) Avyapada atau tanpa kebencian
Vyapada artinya ‘berbuat jahat’ dan karena juga ‘membenci’ kebencian dalam bentuknya yang beraneka ragam, adalah napsu keinginan yang tidak terpenuhi. Orang tidak hanya menginginkan materi, tetapi juga kesuksesan, pengakuan, pujian, dan kasih saying. Ketika hal ini tidak diperoleh, apalagi jika dalam waktu yang lama, maka akan muncul perasaan frustasi. Pada sementara orang keadaan itu menimbulkan kebencian yang terpendam, gemar mencari-cari kesalahan orang lain, mengkritik, mengomel, dan mendaftar kejelekan orang lain. Dengan berkuarangnya napsu keinginan, dan mengendurkan genggaman kita pada benda-benda materi, kebencianpun berkurang, kemungkinan frustasi secara bertahap telah dikurangi.
(c) Avihimsa atau Tanpa Kekajaman.
Himsa berarti ‘kekerasan atau kekejaman’ sedangkan vihimsa adalah ‘dengan sengaja menyebabkan kesakitan atau penderitaan’ hubungannya dengan kebencian sangat erat, tetapi lebih buruk daripada kebencian, karena mengharapkan atau atau menyebabkan kesakitan atau merasa senang bila melihat makhluk lain menderita.
Dengan demikian sebagai manusia yang beragama, hendaknya kita bertanya pada diri sendiri, sudahkah sifat jahat saya berkurang? Sifat jahat itu tidak hanya bersifat fisik tetapi juga termasuk kata-kata keras, kasar, tidak ramah, dan sarkastis tanpa menyadari bahwa itu juga termasuk satu bentuk kekejaman.

Sudut pandangan positip dari pikiran benar.
Aspek positip dari pikiran benar terdiri atas sejumlah sifat positip yang dikembangkan berkebalikan dengan sifat negatif dari keterikatan, kebencian, dan kekejaman, dikenal dengan istilah, Dana, metta, karuna, simpati, dan upekkha ini secara keseluruhan membentuk Brahma-Vihara atau Keadaan Pikiran Luhur.

(a) dana atau pemberian
memberikan sebagian apa yang kita miliki kepada yang membutuhkan. Perasaan ingin memberi dan berbagi, merupakan wujud awal dari kehidupan spiritual – tanda awal yang menunjukkan kemelekatan dan keserakahan telah berkurang ke tingkat tertentu.

Ada beberapa macam bentuk dana antara lain:
(i) dana materi, berbagi benda-benda yang bermanfaat misalnya, makanan, pakaian dll.
(ii) dana waktu, energi, dan pikiran.
Waktu merupakan sesuatu yang berharga, sehingga bila kita menyisihkannya sebagian untuk orang lain, untuk menolong mereka, juga merupakan suatu bentuk dana.
(iv) dana pengetahuan atau pendidikan
dana pengetahuan atau pendidikan selalu dianggap sangat luhur di negara-negara Buddhis. Kesempatan mendapatkan kependidikan ini harus bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat. Bahkan kita harus menaruh perhatian kepada mereka yang tidak mendapatkan kesempatan pendidikan, karena hal-hal tertentu, sehingga tidak ada kesan bahwa kesempatan pendidikan yang hanya didominisai oleh oaring-orang tertentu.
(v) Dana perlindungan dari rasa takut.
Minimal kita harus membuat orang lain yakin dan percaya diri, bahwa kita tidak membahayakan bagi orang lain. Sehingga orang bebas rasa takut, atau perasaan aman dengan kehadiran kita.
(vi) Dana memberikan Nyawa atau anggota tubuh.
Demi kepantingan orang lain atau Dhamma seseorang harus siap untuk mengorbankan tubuhnya bahkan nyawanya sendiri.

(b) Metta : Cinta kasih kepada semua makhluk
(c) Karuna : belas kasih kepada semua maklhuk yang menderita
(d) Simpati : merasakan penderitaan dan kebahagiaan orang lain
(e) Upekkha : batin yang tenang
(f) Srada, keyakinan dan pengabdian

Kopmonitas spiritual bisa kita katakana bukan komonitas spiritual yang sesungguhnya tidak mengembangkan dan menemukan kemudahan untuk mengembangkan pikiran positif seperti cinta kasih, belas kasih, kebaikan hati, ketenangan, keyakinan, dan bhakti. Untuk kepentingan pengembangan pikiran dan untuk transformasi keadan pikiran itulah komonitas spiritual diperlukan.

1.2. Kemoralan (sila)
1.2.1. ucapan benar
Ucapan benar adalah ucapan yang memenuhi 4 syarat yaitu: benar, beralasan,bermanfaat, dan tepat waktunya. Ucapan ini mencerminkan tekad menahan diri dari bohong, percakapan-percakapan yang tidak bermanfaat dan fitnah yang bisa menimbulkan permusahan dan perpecahan. Ucapan benar ini juga terdapat dalam sila keempat pancasila Buddhis. Musavada Veramani Sikkhapadam Sammadiyami. ‘saya berjajnji melatih diri menghindari berkata yang tidak benar’ manusia terdiri dari tubuh, ucapan dan pikiran, merupakan ‘Trinitas’ yang saling setara. Ucapan diletakkan pada tempat yang sama pentingnya dengan tubuh dan pikiran.
Dalam teks-teks Buddhis, perkataan sempurna dilukiskan sebagai perkataan yang benar, penuh kasih saying, bermanfaat, dan membawa keharmonisan dan kesatuan. Perkataan sempurna ini sesungguhnya mewakili tingkatan ucapan yang berbeda, yang mana masing-masing tingkat lebih dalam dari tingkat sebelumnya.

(1) Tingkat ketulusan
Yang pertama dari komonikasi ideal adalah ketulusan dan kebenaran. Menurt Dr. Johson disebut dengan ‘ketepatan penyampaian berita’ karena hanya sedikit orang yang melaksanakan ketepatan penyampaian berita. Misalnya bila kita melihat berita kegiatan social yang dihadairi ratusan orang, tetapi di sampaikan dihadiri ribuan orang. Ini menunjukkan ketidak jujuran dalam arti tidak sesuai dengan fakta. Jika memang hari ini indah seharunya kita mengatakan indah, karena ketulusan itu psikologis dan spiritual. Karena disamping ketepatan menyampaikan berita, mengatakan yang benar juga melibatkan sikap jujur dan tulus, yang menyangkut perkataan yang sesungguhnya kita pikirkan.
(2) Tingkat Penghargaan
Perkataan benar adalah tulus, menghargai dan mencintai. Dengan penuh kesadaran terhadap kehadiran orang itu. Karena kadang kita melihat orang karena reaksi emosional. Misalnya orang yang berlaku sesuai dengan kita, kita akan mengatakan baik, dan sebaliknya. Tetapi sebenarnya sesuai ungkapan, ayah yang bijaksana mengenal anaknya dan sebaliknya. Suami yang bijaksana mengenal istrinya dan sebaliknya. Dan kesimpangsiuran dalam hal berkomonikasi dengan orang lain karena diantara kita tidak benr-benar kenal secara mendalam, sehingga tidak bisa mengasihi antara orang yang satu dengan yang lainnya. Pada umumnya apa yang disebut hubungan itu tiada lain hanyalah rangkaian proyeksi timbal balik, tanpa pengertian dan pengenalan yang timbal balik dan kasih saying timbal balik pula.
Jika kita menyadari dan saling mengasihi, dan jika kita mampu mengatakan kebenaran orang lain, karena sadar terhadap keberadaan orang lain yang tentu saja berarti menagsihi orang itu, dan menghargai keberadaan mereka, kita akan mengenal apa yang mereka butuhkan. Bukan apa yang kita pikir harus mereka miliki karena menurut kita baik jika memilikinya. Kita tahu apa yang menjadi kebutuhan mereka.
(3) Tingkatan pertolongan
Menurut Buddha kita harus berbicara segala sesuatu yang bermanfaat, dalam arti yang membawa kemajuan, perkembangan spiritual, bagi orang yang kita ajak bicara. Bila kita berbicara negatif, penuh kritik, destruktif, orang lain tidak akan terbantu dan tumbuh. Walaupun kritik sah-sah saja bila terlalu sering, dan begitu gampang mengkritik sehingga mengabaikan sisi yang lebih positif. Jika kita berbicara dengan cara membawa pertumbuhan, yang membawa pengaruh positif dan sehat, kita lebih memperhatikan kebutuhan mereka dari pada kepentingan kita sendiri, jika kita tidak membuat proyeksi dan memperalat mereka, maka hasilnya akan ‘melupaka diri sendiri’ ini membawa kita pada tingkat keempat dan tertinggi perkataan benar.
(4) Tingkat Harmoni, Kesatuan
Perkataan benar adalah perkataan yang membawa harmoni, keselaransan, dan keutuhan. Saling membantu yang didasarkan atas kebenaran, atas kesadaran akan keberadaan orang lain, kebutuhan orang lain untuk menuju keagungan setiap orang, walaupun kita berbeda dalam berbagai hal.
Ketika keselarasan, harmoni, keutuhan, dan pengertian seperti ini menjadi sempurna, tak ada lagi yang perlu diucapkan. Karena pada saat yang sama mencapai puncaknya dalam keheningan.

Label: